Resume Buku Literatur Agama Singkat
BAB I
Mengapa dan Bagaimana PAI Diajarkan di Perguruan Tinggi
Mata kuliah PAI di PT memiliki
landasan ideologis, historis, social budaya, psikologis, dan yuridis formal
yang sangat kuat. Bagaimana dan kenapa PAI diajarkan di PT? Pendapat yang pertama
menyatakan bahwa pembelajaran PAI di PT perlu kaya dengan substansi. Mahasiswa
harus dibekali dengan sebanyak-banyaknya materi PAI. Dosen PAI harus
menyuguhkan materi pembelajaran agama secara luas dan mendalam. Pendapat kedua
menyatakan, pembelajaran PAI di PT perlu kaya dengan proses.
Secara filosofis-ideologis dan yuridis
formal, PAI di PT memiliki landasan yang sangat kokoh. Dasar negara
dan ideologi bangsa Pancasila, khususnya sila pertama Pancasila memayungi
agama dan kehidupan bangsa yang religius. UU Sistem Pendidikan Nasional
bab II pasal 3 menegaskan, tujuan pendidikan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, dan seterusnya. Tinggi menegaskan
bahwa Pendidikan Agama di PT merupakan mata kuliah mandiri yang wajib diajarkan
pada program Diploma maupun Sarjana.
Oleh karena itu, yang
terpenting bagi dosen PAI adalah memberikan keterampilan kepada mahasiswa
tentang cara-cara atau pendekatan yang paling tepat untuk memahami dan
mengimplementasikan ajaran agama islam.
BAB II
Bagaimana Manusia Bertuhan
Menurut
Zohar, spiritualitas adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia,
yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Menurut Ahmad Suaedy,
spiritualitas adalah dorongan bagi seluruh tindakan manusia, maka spiritualitas
baru bisa dikatakan dorongan bagi respons terhadap problem-problem masyarakat
konkret dan kontemporer.
Pembahasan
tentang spiritualitas tidak pernah bisa dilepaskan dari pembahasan tentang
Tuhan. Adanya roh atau spirit membuat manusia mengenal Tuhan dan dapat
merasakan nikmatnya patuh pada sesuatu yang dianggap suci dan luhur. Dengan
kata lain, meyakini atau memercayai Tuhan artinya pengikatan dan pembatasan
terhadap Wujud Mutlak Tuhan yang gaib dan transenden yang dilakukan oleh subjek
manusia melalui kreasi akalnya, menjadi sebuah ide, gagasan, dan konsep tentang
Tuhan.
Kesimpulannya
Dengan adanya roh, manusia mampu merasakan dan meyakini keberadaan Tuhan dan
kehadiranNya dalam setiap fenomena di alam semesta ini. Dengan adanya roh,
manusia mampu merasakan dan meyakini keberadaan Tuhan dan kehadiran-Nya dalam
setiap fenomena di alam semesta ini. Dengan kata lain, meyakini atau memercayai
Tuhan artinya pengikatan dan pembatasan terhadap Wujud Mutlak Tuhan yang gaib
dan transenden yang dilakukan oleh subjek manusia melalui kreasi akalnya,
menjadi sebuah ide, gagasan, dan konsep tentang Tuhan.
BAB III
Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan
Menurut Ibnul Qayyim
al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan
tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik.
Dalam kitab Mīzānul "Amal, Al-Ghazali menyebut bahwa terbagi jadi
dua, yg pertama bahagia hakiki; dan kedua, bahagia
majasi. Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Tujuan hidup manusia
adalah sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Dengan kata lain, Kebahagiaan
yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk menggapai
kebahagiaan termaksud mustahil tanpa landasan agama. Agama dimaksud adalah
agama tauḫīdullāh. Mengapa kebahagiaan tidak mungkin digapai tanpa tauḫīdullāh?
Sebab kebahagiaan hakiki itu milik Allah, kita tak dapat meraihnya kalau tidak
diberikan Allah. Untuk meraih kebahagiaan itu, maka patuhilah cara-cara yang
telah ditetapkan Allah dalam agamanya.
Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi
dan ukhrawi. Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik: lahir dan
tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba
yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri)
untuk selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia
Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial,
dan, profesional.
BAB IV
Mengintegrasikan Iman, Islam, Dan Ihsan Dalam Membentuk Insan Kamil
Insan kamil merupakan tipe manusia
ideal yang dikehendaki oleh Tuhan. Sebabnya, jika tidak menjadi insan kamil,
maka manusia itu – meminjam istilah Ibn Araby – hanyalah monster bertubuh
manusia. Insan kamil adalah manusia yang telah menanggalkan kemanusiaannya yang
rendah, lalu berjalan menapaki tangga demi tangga menuju Tuhan sehingga
mencapai tangga nafsu tertinggi, nafsu kāmilah .
Tangga-tangga yang dimaksud adalah
tujuh tangga , yakni: ammārah, lawwāmah, mulhimah, muthma`innah, rādhiyah,
mardhiyyah, dan kāmilah. Dihubungkan dengan iman, Islam, dan ihsan, maka untuk
mencapai martabat insan kamil, terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali
tentang empat unsur manusia, yakni: jasad / raga, hati, roh, dan sirr. Adapun
hati sanubari ditundukkannya sehingga sama sekali tidak berfungsi. Jika sudah
secara benar menjalankan keempat unsur manusia, lalu mengokohkan keimanan,
meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus mengikis
karakter-karakter yang buruk.
Intinya
Dihubungkan dengan iman, Islam, dan ihsan, maka untuk mencapai martabat insan
kamil keimanan kita harus benar dan kokoh; peribadahan kita harus dijalankan
dengan benar, ikhlas, dan bersungguh-sungguh; dan semua ibadah dan amal sosial
yang kita lakukan harus mencapai tingkat ihsan.
BAB V
Bagaimana Membangun Paradigma Quraini
Kemajuan itu kembali akan diraih dan
akan menjadi milik umat Islam, jika umat Islam sekarang bersikap yang sama
terhadap Al-Quran sebagaimana umat pada zaman keemasan bersikap terhadap
Al-Quran yakni menjadikan Al-Quran sebagai paradigma dan akhirnya menjadi
hidayah dalam segala aspek sekaligus sebagai paradigma pemecahan problem
kehidupannya.
Paradigma Qurani telah berkontribusi
dalam mewujudkan kemajuan dan kemodernan pada zaman keemasan Islam yang
ditandai dengan kemajuan pesat perkembangan Iptek di dunia Islam, yang
berimplikasi terhadap kemajuan di bidang lainnya; ideologi, politik, ekonomi,
budaya, militer, pendidikan, perdamaian, keamanan, kesejahteraan modern adalah
adanya pembangunan yang berhasil dan membawa kemajuan, kemakmuran, dan
pemerataan.
Dari
atas dapat di simpulkan bahwa Paradigma Qurani telah berkontribusi dalam
mewujudkan kemajuan dan kemodernan pada zaman keemasan Islam yang ditandai
dengan kemajuan pesat perkembangan Iptek di dunia Islam, yang berimplikasi
terhadap kemajuan di bidang lainnya; ideologi, politik, ekonomi, budaya,
militer, pendidikan, perdamaian, keamanan, kesejahteraan modern adalah adanya
pembangunan yang berhasil dan membawa kemajuan, kemakmuran, dan pemerataan.
BAB VI
Bagaimana Membumikan Islam Di Indonesia
Dengan kata lain,
perbedaan latar belakang keilmuan penafsir akan mempengaruhi gaya pemahaman
Al-Qur'an, demikian pula perbedaan latar belakang sosial budaya dan geografis
penafsir akan memiliki tafsir yang berbeda. Seseorang yang dibesarkan dalam
lingkungan yang rasional akan cenderung memperlakukan al-Qur'an sebagai kajian
filosofis, sebaliknya seseorang yang terbiasa dengan kajian teologis akan
memposisikan al-Qur'an sebagai teks doktrin dan dogma. Islam bagi Indonesia
senantiasa memperhatikan kearifan lokal yang merupakan realitas budaya dalam
komunitas Dakwah Wali Songo di pulau Jawa yang merupakan contoh konkrit dakwah
yang sengaja menginkulturasi Islam. Para wali menggunakan instrumen budaya yang
ada untuk memasukkan pesan-pesan Islam. Dalam pandangannya, praktik tasawuf
telah menyimpang dari ajaran Islam dari generasi ke generasi nabi, sahabat, dan
tabiin, karena penuh dengan bid'ah, syirik dan khurafat.
Gejala kedua Arabisasi
adalah kesamaan pola kader, idiom dan simbol yang digunakan antara ormas Islam
tertentu dan ormas serupa di Timur Tengah. Indonesia yang meniru tradisi orang
Arab. Bukan tidak mungkin hal itu akan mengikis identitas umat Islam Indonesia
yang sudah terbangun sejak lama. Islam di Indonesia dan Timur Tengah, maka
sudah selayaknya dilakukan upaya-upaya untuk membumikan Islam agar sejalan
dengan karakter bangsa Indonesia, Sejalan dengan pemahaman ini, substansi agama
adalah satu, yaitu cara manusia menyembah Tuhan sebagai kebenaran universal.
BAB VII
Bagaimana Islam Membangun Persatuan Dalam Keberagaman
Sedikitnya ada dua alasan: pertama, karena kelima
mazhab ini memiliki pengikut yang paling banyak; dan kedua, karena penguasa
kemudian turut serta mendukung dan mengembangkan salah satu dari kelima mazhab
ini sehingga hanya lima mazhab inilah yang kemudian dikenal luas oleh
masyarakat Islam di dunia sekarang ini. Adapun tentang beragamnya mazhab di
Indonesia, muncul pertanyaan, mengapa NU berpegang kepada empat mazhab?
Alasannya: pertama, banyak dalil yang mengharuskan umat Islam mengikuti ahlus
sunnah wal jamā‟ah, dan keempat mazhab ini jelas sekali memiliki ciri-ciri
ahlus sunnah wal jamā‟ah; kedua, ada perintah taklid kepada ulama, sedangkan
keempat imam mazhab merupakan ulama besar; ketiga, keempat imam mazhab telah
mencurahkan dirinya dalam meneliti pendapat-pendapat yang dipastikan dan yang
belum dapat dipastikan sehingga para pengikutnya terbebas dari segala perubahan
dan penyimpangan, dan imam mazhab mengetahui hadis yang sahih dan yang lemah;
dan keempat, ulama dari generasi ke generasi mengikuti empat mazhab.
Realitas sejarah dan sosiologis menunjukkan bahwa umat
Islam terdiri dari berbagai aliran, berbagai pemahaman, dan berbagai praktik
keagamaan. Fakta ini telah berlangsung selama lebih dari beberapa abad. Upaya
yang perlu kita lakukan adalah membangun persatuan dalam keberagaman. Ungkapan
satu Islam multimazhab digaungkan oleh banyak cendekiawan dan cendekiawan
Muslim.
BAB VIII
Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi
Pada zaman modern, seperti sekarang
ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru diukur dari penguasaan
bangsa itu terhadap Iptek. Jika suatu bangsa itu mampu menguasai
Iptek, maka bangsa tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju, Sebaliknya, jika
suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan Iptek, maka bangsa itu
dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal
atau disebut bangsa berkembang.
Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu dan
disiplin ilmu lainnya. Semua disiplin ilmu dipandang penting dan mulia di sisi
Allah.
Demikian juga, mulialah orang yang mempelajari, menguasai, dan
mengembangkannya. Jika suatu bangsa itu mampu menguasai Iptek, maka bangsa
tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju, Sebaliknya, jika suatu bangsa
itu tertinggal dalam penguasaan Iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa
yang belum maju atau biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa
berkembang.
Alhasil, dunia Islam menjadi sangat kuat secara
politik dan ekonomi yang dilandasi oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mumpuni saat itu. Dalam realitas saat ini, kita dapat melihat
bahwa negara-negara Muslim tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,
Ilmu dan keimanan dengan hukum pasti akan lebih maju dari sebelumnya.
BAB IX
Bagaimana Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia
Berbicara tentang kontribusi Islam
bagi perkembangan peradaban dunia tentu saja secara inheren akan melekat suatu
pembahasan mengenai sejarah peradaban Islam. Yunani, peradaban
Islam, sampai kemudian peradaban Barat. Pada masing-masing periode
perkembangan itu mempunyai dimensi peradaban tertentu yang berbeda satu sama
lain.
Untuk menerjemahkan kitab-kitab tersebut, Khalifah
Al-Ma'un mendirikan Bait al-Hikmah. Di antara cabang ilmu yang diutamakan dalam
Bait al-Hikmah adalah kedokteran, fisika, geografi, astronomi, optik, sejarah,
dan filsafat. Selama periode kemajuan Islam ini terjadi integrasi dari beberapa
cabang ilmu. Dalam ilmu kedokteran, nama ArRazi di Eropa dikenal dengan nama
Rhazes. Karya medisnya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin untuk digunakan di
Eropa.
Ibn Hisham terkenal di bidang sejarah. Konsep teologis
ini dikemukakan oleh Wasil bin Atha ', Ibn Huzail Al-Allaf dan lainnya dari
kelompok Muktazilah. Adapun Ahlu Sunnah, Abu tersohor Hasan Al-Asy'ari dan
Al-Maturidi. Di bidang tasawuf, ada nama Abu Yazid Al-Busthami, Husain bin
Mansur Al-Hallaj, dan sebagainya. Periode ini merupakan periode peradaban Islam
tertinggi dari periode sebelumnya. Mulyadhi Kartanegara dalam reaktualisasi
radiasi ilmiah Islam menulis bahwa ada tiga faktor yang mendorong perkembangan
ilmu pengetahuan di dunia Islam pada masa kejayaan umat Islam
BAB X
Bagaimana Peran Dan Fungsi Masjid Kampus Dalam Pengembangan Budaya Islam
Banyak
mahasiswa dan karyawan yang memanfaatkan masjid untuk beristirahat sejenak dari
aktivitas perkuliahannya dan untuk beribada. Ada yang sekadar beristirahat
sambil menunggu waktu salat berjamaah, ada juga yang berdiskusi tentang
masalahmasalah keagamaan dan masalah pelajaran, bahkan di serambi masjid
kampus dijadikan tempat mengikat janji para mahasiswa dengan
teman-temannya. Namun, tidak dapat disangkal bahwa ada pula yang
sekadar nongkrong di serambi masjid hanya untuk melepaskan
lelah. Kegiatan-kegiatan yang berjalan di masjid kampus ada yang bersifat
rutin dan ada yang incidental.
Adapun
kegiatan rutin yang dikoordinasikan oleh pengurus masjid universitas, misalnya,
pengajian mingguan, kuliah subuh setiap pagi, pengajian ibu-ibu. Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan di masjid kampus bukan hanya program pengurus DKM
kampus, tetapi juga kegiatan-kegiatan yang bersifat alamiah muncul dari
keinginan jamaah sendiri. Selain kegiatan ibadah ritual
keagamaan, masjid kampus sering dijadikan tempat kegiatan keagamaan yang
bersifat insidental oleh para mahasiswa, seperti peringatan hari-hari
besar Islam baik tingkat senat mahasiswa maupun tingkat himpunan
mahasiswa. Kegiatan rutin masjid kampus secara umum terdiri dari salat
wajib yang lima waktu, kuliah 7-10 menit Mengadakan pengajian singkat
mengenai salat dalam kultum atau pengajian khusus.
Komentar
Posting Komentar